Anak stunting masih menjadi permasalahan serius di Indonesia, dengan target penurunan yang belum tercapai. Banyak faktor penyebab kenapa stunting masih terus terjadi di berbagai daerah. Advisor Tata Kelola Pemerintahan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, USAID ERAT Programme, George Hormat menyoroti 90 persen penyebab masih maraknya stunting di Indonesia terletak pada penerapan kerangka kerja logis oleh pemerintah daerah. “Persoalan stunting ini 90 persen ada di level bagaimana pemerintah daerah menerjemahkan kerangka kerja logis dalam strategi nasional. Perencanaan penganggaran, implementasi, dan monitoring sangat bergantung pada kemampuan daerah untuk memahami dan menerapkan kerangka kerja ini,” ujarnya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Tantangan Kejar Stunting Turun Jadi 14 persen’, Rabu (29/5).
Sebagai organisasi nirlaba, USAID ERAT fokus membantu pemerintah daerah dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan publik, termasuk dalam penanganan stunting. “Pendampingan kami fokus pada tata kelola pemerintahan sehingga masyarakat dapat menerima lebih banyak manfaat dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah (pemda),” jelas George. George mengungkapkan 10 persen penyebab stunting di Indonesia terletak pada logical framework Strategi Nasional itu sendiri.
Menurutnya, kerangka kerja logis ini perlu diperbaiki karena masih ditemukan beberapa indikator di dalamnya yang bermasalah. Besaran Gaji Fauzi Baadilla yang Jadi Komisaris PT Pos Indonesia, 90 Persen dari Komisaris Utama Surya.co.id Penyebab Digi Sport Mendadak Kuasai 40 Persen Saham Sriwijaya FC, SFC Terlilit Utang Rp 8 Miliar Sripoku.com
“Ada sejumlah indikator yang redundant, kurang tepat diterapkan, dan bukan determinan dari persoalan stunting. Ini perlu diperbaiki agar lebih efektif,” jelasnya. George juga menyoroti cakupan pelayanan yang masih belum memadai. Dia mengusulkan adanya penggabungan pelayanan untuk meningkatkan jumlah sumber daya manusia yang tersedia. Pun demikian dari sisi data monitoring, kata George, masih terdapat misleading. Sehingga menyebabkan perbedaan pemahaman yang berdampak pada pengambilan kebijakan oleh masing masing pemerintah daerah.
Hal ini menunjukkan, perlunya perbaikan dalam pengumpulan dan interpretasi data. “Misalnya, indikator data kehamilan yang tidak diinginkan. Ada yang menggunakan konsep hak perempuan dan konsep perencanaan kehamilan, tetapi pemerintah daerah menggunakan konsep kehamilan berisiko, yang dikenal dengan 4T (Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Dekat, dan Terlalu Banyak). Ini adalah dua parameter yang berbeda yang berkonsekuensi pada pengambilan kebijakan,” jelas George. Gorge menilai, indikator yang dikejar harus yang logis dan tidak hanya berfokus pada outcome. Ia mencontohkan masalah screening anemia yang dijadikan acuan untuk pengambilan tindakan lanjut.
“Yang kami temukan di lapangan, pemberian tablet tambah darah tidak ada hubungannya dengan screening. Masih banyak indikator yang membuat kita susah berkonsentrasi pada layanan mana yang harus kita awasi,” katanya. Untuk mengatasi permasalahan ini, USAID ERAT bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memperbaiki penerapan kerangka kerja yang logis dan memastikan indikator yang digunakan relevan dan efektif. “Kami berusaha memastikan bahwa indikator yang digunakan benar benar logis dan dapat mendukung tindakan lanjut yang diperlukan,” kata George.
Dengan pendampingan dan perbaikan tata kelola ini, diharapkan prevalensi stunting di tiap daerah dapat berkurang secara signifikan. Untuk itu USAID ERAT akan terus berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, untuk mencapai tujuan ini. Kegiatan FMB9 juga bisa diikuti secara langsung di kanal youtube FMB9ID_IKP. Nantikan update fakta bicara dari lingkar pertama di FMB9ID_ (Twitter), FMB9.ID (Instagram), FMB9.ID (Facebook). Artikel ini merupakan bagian dari
KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.